oleh

Perspektif Sutinah Suhardi Menakar Otonomi Daerah

Mamujuekspres.com–Hari Otonomi Daerah yang setiap tahunnya diperingati Tanggal 25 April sejak ditetapkan melalui Keputusan Presiden No. 11 Tahun 1996, senantiasa menjadi pemantik semangat untuk memajukan daerah berdasarkan aturan pelimpahan sebagian kewenangan pemerintah pusat kepada daerah otonom dalam mengatur rumah tangganya sendiri berdasarkan konsep otonomi itu sendiri.

Bupati Mamuju, Hj.Sitti Sutinah Suhardi, dalam kesempatannya mengatakan, telah terjadi pasang-surut perjalanan otonomi daerah menyusul perubahan atas dasar hukum konsep desentralisasi yang menjadi marwah dalam pelaksanaan otonomi daerah.

Secara umum perubahan Undang-Undang No.32 Tahun 2004, hingga Undang-Undang No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, telah mampu menjembatani keberhasilan tiga tujuan utama konsep otonomi diantaranya tujuan politik, tujuan administratif, dan tujuan ekonomi.
Namun sayangnya, memasuki era Omnibus law Undang-Undang No.11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja, yang salah satunya memuat tentang hubungan pemerintah pusat dan daerah, dalam pasal 174 dalam UU tersebut telah mengatur kewenangan pemerintah daerah hanya sebagai bagian dari kewenangan presiden. Hal ini telah mereduksi hak otonomi seluas-luasnya dari konsep awal otonomi daerah, sebut Sutinah Suhardi

“telah terjadi pergeseran nilai dari konsep awal otonomi daerah yang semangatnya memberi kesempatan seluas-luasnya kepada pemerintah daerah untuk mengatur rumah tangganya sendiri dalam upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat” Pungkas Sutinah.

Dalam penjabarannya, UU Cipta Kerja telah mempersempit beberapa kewenangan yang selama ini ada pada pemerintah daerah. Atas hal itu dipastikan tidak hanya akan melemahkan semangat otonomi daerah yang selama ini telah berhasil menjadi “jembatan” peningkatan kemajuan daerah, namun lebih spesifik dapat berkontribusi pada penurunan Pendapatan Asli Daerah (PAD), sebab dibeberapa pasal UU ini secara substansi merubah beberapa regulasi yang selama ini telah sangat membantu pemerintah daerah, diantaranya soal Perizinan yang selama ini telah menjadi salah satu penyumbang terbesar PAD melalui retribusi perizinan.

Dicontohkan secara sederhana, pada penggunaan aplikasi perizinan yang dikendalikan oleh pemerintah pusat akan menghilangkan kewenangan pemerintah daerah dalam memfasilitasi penerbitan sejumlah perizinan yang secara prinsip harusnya melekat pada pemerintah daerah sebagai daerah otonom yang memahami kondisi wilayah masing-masing, sekaitan izin yang akan diterbitkan.

Demikian pula soal tata ruang, dimana dalam salah satu pasal UU ini juga mengatur detail tata ruang harus terlebih dahulu mendapat persetujuan substansi dari pemerintah pusat. Dari segelintir dilema UU Cipta Kerja, tentu akan berdampak pada semangat Otonomi daerah yang seyogyanya menjadi penunjang kemajuan daerah, namun demikian, sesulit apapun kondisinya, kita tentu tetap harus lebih bijaksana menilai bahwa kebijakan ini sejatinya berangkat dari nawaitu yang baik untuk memperbaiki segala kekurangan yang selama ini dirasakan, sebab itu kita akan senantiasa berupaya melakukan yang terbaik demi mendorong kemajuan di daerah yang akan berkontribusi pada kemajuan nasional.

Selamat hari otonomi daerah ke-XXVI tahun 2022, demikian Sutinah Suhardi, menutup perbincangan tentang peringatan hari Otonomi Daerah yang tahun ini mengangkat tema ” Dengan semangat otonomi daerah, kita wujudkan ASN yang proaktif dan berahlak dengan membangun sinergi pusat dan daerah dalam rangka mewujudkan Indonesia emas 2045″. (***)

Komentar

Update Terbaru